Friday, 1 May 2015

Apa Perbedaan Buruh, Pekerja dan Karyawan

Buruh bukan Budak
Buruh, pekerja, worker, laborer, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya adalah manusia yang menggunakan tenaga dan kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainya kepada Pemberi Kerja atau pengusaha atau majikan.
Pada dasarnya, buruh, Pekerja, Tenaga Kerja maupun karyawan adalah sama. namun dalam kultur Indonesia, "Buruh" berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. sedangkan pekerja, Tenaga kerja dan Karyawan adalah sebutan untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja. akan tetapi pada intinya sebenarnya keempat kata ini sama mempunyai arti satu yaitu Pekerja. hal ini terutama merujuk pada Undang-undang Ketenagakerjaan, yang berlaku umum untuk seluruh pekerja maupun pengusaha di Indonesia.
Buruh dibagi atas 2 klasifikasi besar:
  • Buruh profesional - biasa disebut buruh kerah putih, menggunakan tenaga otak dalam bekerja
  • Buruh kasar - biasa disebut buruh kerah biru, menggunakan tenaga otot dalam bekerja (wikipedia)

Antara Buruh, Pekerja dan Karyawan

antarakaltim.com APA itu buruh? Bedakah dengan pekerja atau karyawan? Ini pertanyaan yang
terlampau sering muncul ketika memulai perbincangan mengenai dunia
perburuhan di Indonesia.

Jika ketiga istilah tersebut berbeda, dimana letak perbedaannya?
Sebaliknya, jika ketiga kata tersebut memiliki makna yang sama, lantas
mengapa kebanyakan orang memberikan arti dan makna yang berbeda?

Tulisan ini tidak sekedar mengutak-atik istilah, namun hendak memberikan
gambaran akibat apa yang ditimbulkan perbedaan istilah tersebut
sekaligus mencari tahu apa yang melatarbelakangi perbedaan itu.

Secara sederhana, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 3, memberikan penjelasan bahwa
Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Jika dicermati dengan baik, setiap frase kata
pekerja di dalam undang-undang tersebut selalu diikuti dengan kata buruh.

Menurut Agusmidah, penggunaan istilah pekerja yang selalu dibarengi
dengan istilah buruh, menandakan bahwa dalam Undang-Undang ini, dua
istilah tersebut memiliki makna yang sama.

Buruh, pekerja dan karyawan adalah seseorang yang menggunakan tenaga dan
kemampuannya untuk mendapatkan balasan berupa pendapatan baik berupa
uang maupun bentuk lainnya.

Pada dasarnya, buruh, pekerja, dan karyawan adalah sama. Namun dalam
kultur Indonesia, “Buruh” berkonotasi sebagai pekerja rendahan, hina,
kasaran dan sebagainya. Sedangkan pekerja dan karyawan adalah sebutan
untuk buruh yang lebih tinggi, dan diberikan cenderung kepada buruh yang
tidak memakai otot tapi otak dalam melakukan kerja .

Membaca Sejarah

Buruh dalam konteks sejarah, sangat dipengaruhi oleh beragam aspek.
Mulai dari aspek sosial, politik, ekonomi, hingga budaya. Dimasa orde
lama Soekarno, istilah buruh sangat akrab ditelinga masyarakat.

Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, istilah buruh merupakan sebutan bagi
siapapun yang bekerja dengan tujuan untuk mendapatkan upah. Baik yang
bekerja disektor industri maupun mereka yang bekerja dikalangan
pemerintahan.

Dalam struktur pemerintahan, Soekarno juga lebih memilih menggunakan
istilah buruh dibanding pekerja. Dimana kementerian yang bertanggung
jawab dalam bidang perburuhan, disebut kementerian perburuhan. Pada saat
itu, menteri perburuhan dijabat oleh SK Trimurti, yang juga sekaligus
menteri perburuhan pertama di Indonesia .

Pada masa orde baru Soeharto, istilah buruh mulai disingkirkan dan
digantikan dengan istilah pekerja. Pergantian istilah ini juga terjadi
dalam dinamika perkembangan serikat buruh di Indonesia. Pada tahun 1985,
Kongres II Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang kemudian berubah
nama menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), juga sekaligus
memutuskan pergantian istilah buruh menjadi pekerja.

Menurut Djumadi yang mengutip majalah Forum Keadilan, istilah buruh
diganti dengan pekerja karena istilah buruh dinilai memiliki citra
menentang kekuasaan .

Pertanyaan mendasarnya adalah, mengapa istilah buruh menjadi sangat
menakutkan bagi Pemerintah di era orde baru Soeharto? Setidaknya
terdapat 2 alasan yang mendasarinya.
Pertama, dianggap bernuansa politis, dan memiliki tingkat alergitas yang
tinggi dari pemerintah. Sehingga jarang digunakan oleh wadah organisasi
pegawai, terutama di lingkungan instansi pemerintahan, BUMN dan BUMD.

Kedua, dikonotasikan untuk para pekerja kasar, seperti buruh pabrik dan
pelabuhan. Konotasi yang terakhir sampai sekarang masih melekat . Bahkan
belakangan muncul istilah lain seperti karyawan maupun pegawai seiring
munculnya dikotomi istilah pabrik dengan kantor maupun perusahaan.

Politik Pecah Belah

Munculnya perbedaan istilah antara buruh, pekerja maupun karyawan, tentu
saja berdampak kepada dinamika pembangunan organisasi serikat buruh di
Indonesia. Banyak diantara para buruh yang tiba-tiba enggan menyebut
dirinya buruh.

Istilah pekerja dan karyawan menjadi dominan seketika. Bukankah mereka
yang bekerja di instansi pemerintah (PNS, BUMN, BUMD), wartawan, dosen,
perawat dll, adalah buruh?
Prinsipnya, siapapun yang menjual tenaganya untuk mendapatkan upah, maka
ia adalah seorang buruh.

Demikian juga dengan polisi dan tentara, bukankah mereka juga buruh?
Hanya saja yang membedakan mereka dengan buruh pabrik, polisi dan
tentara memiliki senapan, pistol dan sepatu laras, sementara buruh
pabrik tidak memilikinya.

Tapi kalau ingin jujur, senapan, pistol dan sepatu laras yang mereka
gunakan, tentu saja dibuat dan diproduksi oleh para buruh pabrik juga
bukan? Disamping itu, majikan polisi dan tentara adalah Negara.

Untuk itu, tidak sedikit masyarakat yang menyebut polisi dan tentara
sebagai buruh Negara.

Perbedaan istilah antara buruh, pekerja dan karyawan, merupakan upaya
kekuasaan untuk memecah belah persatuan dikalangan buruh.

Kekuasaan sadar, jika kekuatan buruh mampu disatukan dengan baik, maka
akan menjadi ancaman serius bagi kekuasaan.

Politik pecah belah atau yang dikenal dengan istilah “divide et impera”,
adalah kombinasi strategi politik, militer dan ekonomi yang bertujuan
mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar
menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan.

Dalam konteks lain, politik pecah belah juga berarti mencegah
kelompok-kelompok kecil untuk bersatu menjadi sebuah kelompok besar yang
lebih kuat .

Pada akhirnya, politik pecah belah yang dimulai diawal kekuasaan orde
baru berdiri, berhasil memecah persatuan dikalangan buruh. Banyak
diantara mereka yang sesungguhnya masuk dalam kategori buruh, namun
enggan menyebut dirinya buruh.

Mereka cenderung lebih senang disebut pekerja atau karyawan. Dampaknya
kemudian, sebutan pekerja atau karyawan justru membangun benteng pemisah
dengan buruh-buruh lainnya, khususnya buruh pabrik yang bekerja disektor
industri manufaktur.

Walhasil, kekuatan buruh menjadi terpecah dan begitu sulit disatukan.
Kalau saja persatuan dikalangan buruh dapat dilakukan, tanpa memandang
dimana ia bekerja, jenis pekerjaan, suku, agama, ras, dll, maka tentu
saja akan menjadi potensi kekuatan besar yang dapat menentukan kebijakan
Negara.

Share this

0 Comment to "Apa Perbedaan Buruh, Pekerja dan Karyawan"

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...